
TILAWAH Al-QUR’AN & ADAB-ADABNYA
oleh :
RochMad
MAKNA AL-QUR’AN
Secara bahasa Al-Qur’an berarti bacaan;
kumpulan khabar-khabar dan hukum-hukum. Sedangkan secara syari’at, Al-Qur’an
merupakan kalamullah Ta’ala yang diturunkan kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam yang diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan
surat An-Nas. Firman Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa :
“Sesungguhnya telah Kami turunkan
kepadamu (Muhammad) sebuah Al-Qur’an dengan sebenar-benarnya turun.”
(Al-Insaan: 23).
Al-Qur’an Al-Karim adalah undang-undang
yang menghimpun hukum-hukum Islam. Sebagai sumber dari segala sumber hukum,
Al-Qur’an menjadi sumber yang melimpahi kebaikan dan hikmah pada kalbu-kalbu
yang beriman. Al-Qur’an merupakan jalan yang paling utama untuk digunakan oleh
orang yang beribadah dengan cara membacanya untuk mendekatkan diri kepada Allah
Subhaanahu Wa Ta'aalaa.
KEWAJIBAN TERHADAP AL-QUR’AN
Seorang hamba yang talah menyatakan
dirinya muslim dan beriman kepada Allah, MalaikatNya, Kitab-kitabNya dan rukun
iman lainnya, maka ia mempunyai kewajiban terhadap Al-Qur’an, yang merupakan
salah satu dari kitan-kitab Allah Ta’ala. Kewajiban-kewajiban itu nantara lain:
1. Beriman terhadap Al-Qur’an. Konsekuensi pertama keimanan seorang
mukmin terhadap Al-Qur’an adalah mempelajarinya, membacanya sekaligus men-tadabburi-nya
untuk mendapatkan nasehat dan pelajaran yang ada di dalamnya. Sebagaimana salah
satu sifat Al-Qur’an adalah sebagai mau’izhah (nasihat; pelajaran).
Firman Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa:
“Hai
sekalian manusia, telah datang kepada kalian mau’izhah dari Rabb kalian.”
(Yunus: 57).
Demikian juga
menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk dalam menempuh perjalanan menuju Allah,
dan dalam rangka inilah Al-Qur’an diturunkan. .
FirmanNya:
“Sesungguhnya
Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus.” (Al-Isra’:
9).
2. Setelah diimani dan diketahui hukum-hukumnya, maka kewajiban kedua
adalah menjalankan perintah-perintah Al-Qur’an sekaligus menjauhi hal-hal yang
dilarangnya, lalu menda’wah-kannya kepada seluruh ummat manusia. Hal itu dimulai
dari diri sendiri, kemudian keluarga, dan seterusnya, walaupun hanya satu ayat
yang diilmui. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sampaikanlah
dariku meskipun satu ayat”. (HR. Al-Bukhari).
KEUTAMAAN TILAWAH DAN MEMPELAJARI
Al-QUR’AN
1. Orang yang mempelajari, mengajarkan, dan mengamalkan Al-Qur’an
termasuk insan yang terbaik, bahkan ia akan menjadi Ahlullah (keluarga Allah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sebaik-baik
kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya”. (HR.
Al-Bukhari).
“Ahli
Al-Qur’an adalah Ahlullah dan orang yang dekat dengan Allah”. (HR.
An-Nasa’i, Ibnu Majah, Al-Hakim).
2.
Mendapatkan Syafaat dari
Al-Qur’an pada hari Kiamat..
“Bacalah
Al-Qur’an, sesungguhnya ia akan datang pada hari Kiamat memberikan syafaat bagi
pembacanya[1]”. (HR.
Muslim, dari Abu Umamah Al-Bahili).
3.
Shahibul Qur’an akan memperoleh
ketinggian derajat di Surga.
Dikatakan
kepada Shahibul Qur’an (di akhirat): “Bacalah Al-Qur’an dan naiklah ke Surga
serta tartilkanlah (bacaanmu) sebagaimana engkau tartilkan sewaktu di tempat
tinggalmu (di Surga) berdasarkan akhir ayat yang engkau baca.” (HR. Abu
Dawud, dari Abdillah bin Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhumaa).
{Takhrij:
Hadits ini dihasankan oleh Syeikh Salim Al-Hilali di dalam Bahjatun Nazhirin
II/230, no.1001}
4.
Orang yang membaca Al-Qur’an
akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda.
Firman Allah
Subhaanahu Wa Ta'aalaa:
“Sesungguhnya
orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah dan mendirikan shalat dan
menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan
diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak
akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah
kepada mereka dari karuniaNya.” (Al-Fathir: 29-30).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang membaca satu huruf
dari Kitabullah (Al-Qur’an) maka dia akan memperoleh satu kebaikan dan satu
kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang semisalnya. Saya tidak
menyatakan alif laam miim itu satu huruf, tetapi alif itu satu huruf dan laam
satu huruf serta miim satu huruf.” (HR. At-Tarmidzi, Ad-Darimi dan lainnya;
dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu).
{Takhrij:
Hadits ini dishahihkan oleh Syeikh Salim Al-Hilali di dalam Bahjatun Nazhirin
II/229, no.999}
Dan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Orang yang mahir membaca Al-Qur’an
akan bersama para malaikat yang mulia, sedangkan orang yang membaca (Al-Qur’an)
dengan terbata-bata dan mengalami kesulitan dalam membacanya, maka dia akan
mendapatkan dua pahala. (HR. Muslim dalam Shahihnya dari ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha).
5.
Sakinah (ketenangan) dan rahmat
serta keutamaan akan diturunkan kepada orang-orang yang berkumpul untuk membaca
Al-Qur’an.
“Tidaklah
suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa untuk
membaca Kitabullah (Al-Qur’an) dan mereka saling mempelajarinya kecuali sakinah
(ketenangan) akan turun kepada mereka, majlis mereka penuh dengan rahmat dan
malaikat akan mengelilingi (majlis) mereka serta Allah akan menyebutkan mareka
(orang yang ada dalam majlis tersebut) di hadapan para malaikat yang di sisiNya.”
(HR. Muslim).
6.
Bacaan Al-Qur’an merupakan hilyah
(perhiasan) bagi Ahlul Iman (orang-orang yang beriman).
“Perumpamaan
orang-orang mukmin yang membaca Al-Qur’an laksana buah ‘Al-Utrujah’ (semacam
jeruk manis) yang rasanya lezat dan harum aromanya, dan perumpamaan orang
mukmin yang tidak membaca Al-Qur’an ibarat buah At-Tamr (kurma) rasanya lezat
dan manis namun tidak ada aromanya, dan perumpamaan orang munafik yang membaca
Al-Qur’an ibarat Ar-Raihanah (sejenis tumbuhan yang harum) semerbak aromanya
(wangi) namun pahit rasanya, dan perumapamaan orang munafik yang tidak membaca
Al-Qur’an ibarat buah Al-Handhalah (nama buah) rasanya pahit dan baunya tidak
sedap.” (HR. Al-Bukhari, Muslim dari Abu Musa Al-As’ary radhiyallahu
‘anhu).
7.
Orang yang berhak menjadi imam
shalat adalah orang yang paling banyak hafalan Al-Qur’an dan luas
pengetahuannya terhadap ilmu-ilmu Al-Qur’an.
“Orang yang
paling berhak menjadi imam (dalam shalat) adalah orang yang paling pandai
membaca Al-Qur’an.” (HR. Muslim).
8.
Boleh hasad (iri) kepada orang
yang ahli Al-Qur’an dan mengamalkannya.
Tidak boleh
hasad[2]
kecuali kepada dua orang:
a. Sesorang yang dikaruniai Al-Qur’an oleh Allah Ta’ala, kemusian ia
melaksanakannya di waktu siang maupun malam.
b. Seseorang yang dikaruniai harta oleh Allah, kemudian ia bershadaqah
dengannya di waktu siang maupun malam.” (HR.
Muslim).
9.
Membaca dan memahami Al-Qur’an
tidak bisa disamai kemewahan harta duniawi.
“Tidaklah
salah seorang di antara kamu berangkat ke masjid untuk mengetahui atau membaca
dua ayat dari Kitabullah lebih baik baginya daripada dua onta, dan tiga (ayat)
lebih baik baginya daripada tiga (onta), dan empat (ayat) lebih baik baginya
daripada empat (onta), begitu seterusnya sesuai dengan jumlah (ayat lebih baik)
dari onta.” (HR. Muslim dari ‘Uqbah bin Amir).
10.
Tilawah Al-Qur’an akan dapat
melembutkan hati bagi pembacanya dan bagi orang yang mendengarkannya dengan
baik.
ADAB-ADAB DALAM TILAWAH AL-QUR’AN
1. Mengikhlaskan niat untuk Allah semata. Karena tilawah Al-Qur’an
termasuk ibadah, sebagaimana telah disebutkan pada keutamaan tilawah.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya seluruh amalan itu
tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari-Muslim).
2. Memilih tempat yang tenang dan waktunya pun pas, sehingga dapat
menghadirkan hati (konsentrasi) dan jiwa lebih tenang ketika membaca, khusu’,
tenang dan sopan, berusaha terpengaruh (terkesan) dengan yang sedang dibaca,
dengan memahami (menghayati) atau memikirkan (tafakkur & tadabbur) maknanya
sambil memohon Surga kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa bila terbaca ayat-ayat
tentang Surga, dan berlindung kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dari Neraka
bila terbaca ayat-ayat tentang Neraka.
Allah
Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman yang artinya:
“Ini adalah
sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka
memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran bagi orang-orang yang
mempunyai pikiran.” (Shaad: 29).
Dan di dalam
hadits Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan: “… apabila Nabi terbaca
ayat yang mengandung makna bertasbih (kepada Allah) beliau bertasbih, dan
apabila terbaca ayat yang mengandung do’a, maka beliau berdo’a, dan apabila
ayat yang bermakna meminta perlindungan (kepada Allah) beliau memohon
perlindungan.” (HR. Muslim).
Sopan sebagai
upaya memuliakan Kalam Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa, khusu’ atau memusatkan
hati dan pikiran (konsentrasi) sebagai upaya mengambil hikmah yang terkandung
pada ayat yang kita baca, menampakkan kesedihan dan menangis, ketika membaca
ayat-ayat yang menceritakan adzab (siksa) neraka. Dan apabila tidak bisa maka
berusahalah untuk menangis[3]
sejadi-jadinya.
Allah
Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman:
“Dan mereka
menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusu’.”
(Al-Isra’: 109).
Ibnu Mas’ud
berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku: ‘Bacakanlah
Al-Qur’an kepadaku!’ Saya pun berkata: ‘Ya Rasulullah, apakah saya harus
membacakan Al-Qur’an kepadamu, sedangkan Al-Qur’an diturunkan kepadamu?’
Maka beliau menjawab: ‘(Benar, akan tetapi) saya senang mendengrkan bacaan
dari orang lain.’ Kemudian saya pun membaca surat An-Nisa’ sampai: ‘Maka
bagaimanakah (halnya orang-orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan
seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu
(Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)’ (ayat 41). Maka
tatkala saya melirik kepada beliau, atau ada seseorang menghalangiku lalu
kuangkat kepalaku, saya melihat beliau meneteskan air mata.” (HR. Bukhari,
Muslim, Tirmidzi, dan lainnya).
3. Hendaknya orang yang bertilawah dalam keadaan sudah berwudhu, suci
pakaian dan badannya (tidak dalam keadaan hadats besar maupun hadats kecil) dan
tempatnya (tempat haram atau dilarang, seperti di WC atau tempat-tempat yang
tidak pantas untuk tilawah Al-Qur’an yang suci) serta telah menggosok gigi
(bersiwak) untuk memuliakan Kalam Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa.
4. Membaca do’a isti’adzah (berlindung kepada Allah Ta’alaa dari
godaan setan) ketika hendak membaca Al-Qur’an.
Allah
berfirman:
“Apabila
kamu membaca Al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari
syaitan yang terkutuk.” (An-Nahl; 98).
Berlindung
kepada Allah Ta’alaa, yakni membaca ‘A’udzubillahi
minasy-syaithaanir-rajiim’ (sebagian ulama mewajibkannya). Kemudian membaca
basmalah apabila membaca Al-Qur’an dari awal surat, kecuali surat At-Taubah.
5. Menghadap kiblat sebagai upaya untuk menghidupkan sunnah dalam
bermajlis.
6. Membaguskan suara dengan tidak ghuluw (melewati batas), riya’
(agar dilihat orang), sum’ah (agar didengar orang) atau ujub
(mengagumi diri sendiri).
“Perindahlah
(bacaan) Al-Qur’an dengan suara kalian.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Nasa’i dan
Hakim menshahihkannya)[4].
Tetapi jangan
sampai seesorang mengeraskan bacaannya di dalam mushalla (masjid) sementara
orang lain dalam keadaan shalat, karena hal ini terlarang.
“Bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar pada suatu kaum sedang mereka
sementara dalam keadaan shalat dan mengeraskan bacaannya, maka Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Setiap kalian bermunajat (berbisik-bisik)
kepada Rabbnya, maka hendaklah ia memperhatikan apa yang dia pakai untuk
bermunajat dan janganlah sebagian kalian mengeraskan bacaan (Al-Qur’an) kalian
atas sebagian yang lain’.” (HR. Imam Malik dalam Al-Muwatha’: 1/80; Ibnu
Abdil Barr berkata: “Ini adalah hadits shahih)[5].
7. Hendaknya membaca dengan sirri (pelan) apabila dikhawatirkan
dapat menimbulkan riya’ atau sum’ah pada dirinya atau dapat
mengganggu ketenangan dalam masjid (mushalla) sebagaimana telah disebutkan
dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Orang yang
mengeraskan (dalam membaca) Al-Qur’an sama dengan menampakkan dalam bershadaqah.”
(Minhajul Muslim, hal 71)[6].
Shadaqah yang
dicintai adalah yang sembunyi-sembunyi, kecuali dalam keadaan tertentu yang
berfaedah, misalnya untuk mendorong orang lain agar melakukannya.
8. Hendaknya membaca Al-Qur’an dengan tartil dan memperhatikan
hukum-hukum tajwid, serta membunyikan huruf sesuai dengan makhrajnya. Bacaan
dengan perlahan-lahan (tartil), bukan dengan cepat-cepat, akan membantu dalam
tadabbur (memahami) maknanya.
“Dan
bacalah Al-Qur’an itu dengan tartil (perlahan-lahan).” (Al-Muzammil: 4).
“Dari Ummu
Salamah radhiyallahu ‘anha, bahwa dia menyebutkan bacaan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, yaitu (beliau) memutus-mutus bacaannya ayat per ayat (satu
ayat-satu ayat).” (HR. Ahmad, 6/3020; Abu Dawud, 4001; Tirmidzi, 2927;
dishahihkan oleh An-Nawawi dalam Al-Majmu, 3/333).
9. Hendaknya sujud, ketika membaca ayat-ayat yang mengisyaratkan sujud[7].
Hal ini
dilakukan dalam keadaan berwudhu, di waktu siang maupun malam, dengan takbir di
mana dalam sujudnya mengucapkan ‘subhaana rabbiyal a’laa’ (Maha Suci
Rabbku yang Maha Tinggi) dan hendaklah berdo’a. Kemudian bangun dari sujud
tanpa takbir dan salam. Syeikh Said bin Ali Wahf Al-Qathany, menyebutkan do’a
sujud tilawah: “Sajada wajhiya lilladzii khalaqahu wasyaqqa sam’ahu bihaulihi
waquwwatihi, fatabaarakallahu ahsanulkhaaliqiina” (Wajahku bersujud
kepada Tuhan yang telah menciptakanku, yang memberi pendengaran dan
penglihatanku, dengan daya dan upayaNya, Maha Suci Allah sebaik-baik pencipta)
(HR. At-Tirmidzi, 2/474; Ahmad, 6/30; Hakim dan disetujui Ad-Dzahabi, 1/220).
10. Termasuk sunnah adalah berhenti membaca jika sudah mengantuk, karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila salah seorang
kamu bangun di malam hari, lalu lisannya merasa sulit membaca Al-Qur’an hingga
tidak menyadari apa yang ia baca, maka hendaknya ia berbaring (tidur).”
(HR. Muslim).
[1] Ahlul Qur’an atau Shahibul Qur’an adalah orang yang membaca
(mempelajari) Al-Qur’an dan emngamalkan hukum-hukumnya serta beradab dengan
adab-adabnya. Lihat Bahjatun Nazhirin II/225, 230.
[2] Yang dimaksud adalah ghibthah, yaitu menginginkan kebaikan
seseorang tanpa menginginkan hilangnya kebaikan dari orang tersebut.
[3]
Menangis ketika membaca Al-Qur’an merupakan kebiasaan Salafus Shalih.
[4]
Hadits ini dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani di dalam kitab Shahih Jami’ush
Shagir no. 3580, 3581).
[5]
Hadits ini dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani di dalam kitab Shahih Jami’ush
Shagir no. 1951).
[6]
Hadits ini dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani di dalam kitab Shahih Jami’ush
Shagir no. 3105).
[7] Beberapa ayat yang disunahkan sujud ketika membacanya, yaitu:
Al-A’raf: 206, Ar-Ra'd:15, An-Nahl: 50, Al-Isra’: 109, Maryam: 58, Al-Hajj: 18
dan 77, Al-Furqan: 60, An-Naml: 26, As-Sajdah: 15, Shaad: 24, An-Najm: 62,
Al-Insyiqaq: 21, Fushilat: 38 dan Al-Alaq:19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar